Khotbah Paling Populer

Friday, May 12, 2017

Khotbah Rasulullah Dalam Menyambut Bulan Ramadhan

Khutbah Rasulullah Dalam Menyambut Bulan Ramadhan



Wahai manusia

Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah
dengan membawa berkah, rahmat dan maghfirah.
Bulan yang paling mulia di sisi Allah.
Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama.
Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama.
Jam demi jamnya adalah jam-jam paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi
tetamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya.
Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih,
tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah.
Bermohonlah kepada Allah Rabbmu
dengan niat yang tulus dan hati yang suci
agar Allah membimbingmu untuk
melakukan siyam dan membaca KitabNya.
Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah
di bulan yang agung ini.

Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu,
kelaparan dan kehausan di hari kiamat.
Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masaakin.
Muliakanlah orang-orang tuamu, sayangilah yang muda,
sambungkanlah tali persaudaraanmu,
jaga lidahmu, tahan pandanganmu
dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu
dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.

Kasihilah anak yatim
nescaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.
Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu.
Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa
pada waktu-waktu solatmu
karena itulah saat-saat yang paling utama
ketika Allah 'Azza wa Jallaa memandang
hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih.
Dia menjawab mereka ketika mereka menyeruNya,
menyambut mereka ketika mereka memanggilNya
dan mengabulkan mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia!
Sesungguhnya diri-dirimu tergadai kerana amal-amalmu
maka bebaskanlah dengan istighfar.
Punggung-punggungmu berat
kerana beban dosamu maka ringankanlah
dengan memperpanjangkan sujudmu.

Ketahuilah
Allah Ta'ala bersumpah dengan segala kebesaranNya
bahwa Dia tidak akan mengazab
orang-orang yang solat dan sujud,
dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka
pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-'alamin.

Wahai manusia!

Barangsiapa diantaramu memberi buka
kepada orang-orang mu'minin yang berpuasa di bulan ini
maka di sisi Allah nilainya sama dengan
membebaskan seorang budak
dan ia diberi ampunan atas dosa-dosanya yang lalu.

Sahabat-sahabat bertanya, "Ya Rasulullah! Tidaklah kami
semua mampu berbuat demikian".

Rasulullah meneruskan:

Jagalah dirimu dari api neraka
walaupun hanya dengan sebiji kurma.
Jagalah dirimu dari api neraka
walaupun hanya dengan seteguk air.

Wahai manusia!

Siapa yang membaguskan akhlaqnya di bulan ini
ia akan berhasil melewati sirath
pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.
siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang
yang dimiliki tangan kanannya
(pegawai atau pembantu) di bulan ini,
Allah akan meringankan pemeriksaanNya di hari Kiamat.
Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini,
Allah akan menahan murkaNya pada hari ia berjumpa denganNya.

Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini,
Allah akan memuliakannya pada hari ia berjumpa denganNya.

Barangsiapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini,
Allah akan menghubungkan dia dengan rahmatNya pada hari ia berjumpa denganNya.
Barangsiapa melakukan solat sunat di bulan ini,
Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka.

Barangsiapa melakukan solat fardhu
baginya ganjaran seperti melakukan 70 solat fardhu di bulan yang lain.

Barangsiapa memperbanyak selawat kepadaku di bulan ini,
Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan.

Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat al Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam al Quran pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia!

Sesungguhnya pintu-pintu syurga dibukakan bagimu maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu.

Pintu-pintu neraka tertutup maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu.

Setan-setan terbelenggu maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu.
Amirul Mukminin karamallahu wajha berkata,

"Aku berdiri dan berkata, 'Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?' "

Jawab Nabi, 'Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah'."

Alhamdulillaahi rabbal 'aalamiin.

KHOTBAH JUMAT - RAMADHAN BERTABUR HIKMAH

KHOTBAH JUMAT - RAMADHAN BERTABUR HIKMAH

Oleh : Drs. H. Athor Subroto, M. Si*)




السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
أَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِىْ جَعَلَ هذَاالشَّهْرَ سَيِّدَ الشُّهُوْرِ وَأَنْزَلَ فِيْهِ الْقُرْأنَ. فَعَظَّمَ قَدْرَهُ بِذلِكَ وَرَفَعَهُ وَأَجْزَلَ فِيْهِ الْاِحْسَانَ بِفَتْحِ الْجِنَانِ.أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ.وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ بِمَايَرْجُوْارَبَّهُ قَدْقَامَ وَصَامَ رَمَضَانَ خَالِصًالِوَجْهِ اللهِ خَيْرِصِيَامٍ.اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى ألِه وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَرَادَاللهُ لَهُمُ الْهِدَايَةَ فَشَرَحَ صُدُوْرَهُمْ لِلْاِسْلَامِ. أَسْكَنَ اللهُ فَسِيْحَ الْجِنَانِ. أَمَّابَعْدُ. فَيَاأَيُّهَ النَّاسُ اتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan saudara-saudaraku semua – untuk selalu meningkatkan iman dan taqwa dengan sebenar-benarnya. Menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan larangannya. Semuga dengan peningkatan iman dan taqwa, kita diselamatkan oleh Allah – baik di dunia maupun di akhirat. Amin.

Hebatnya Bulan Ramadhan

Kaum Muslimin Yang Kami Mulyakan.

Saat ini kita telah kedatangan tamu agung.  Tamu yang menawarkan berbagai keuntungan yang luar biasa. Tamu itu adalah bulan suci Ramadhan.

Apabila Ramadhan telah tiba, Rasulullah SAW memberi motivasi kepada para sahabat agar hatinya gembira. Betapa hebatnya bulan yang agung itu. Bulan yang penuh rahmat, bulan pengampunan, bulan pembebasan dari api neraka, bulan al Qur’an, bulan dilipatgandakan pahala, bulan Lailatul Qadar, bulan do’a dikabulkan dan masih banyak lagi.

Sampai Rasulullah Saw menggambarkan, andai umat manusia mengetahui kehebatan bulan Ramadhan, maka mereka mengharapkan agar setahun itu selamanya Ramadhan. Walau harus berlapar-lapar, berdahaga, menahan nafsu, menahan amarah, meningkatkan shadaqah, shalat tarawih, membaca al Qur’an dan ibadah lain – tidak  menjadi masalah. Yang penting, bisa meraih kehebatan bulan suci yang agung itu. Rasulullah SAW bersabda artinya kurang lebih:

            “Kalau  manusia  tahu  apa yang terdapat pada bulan Ramadhan, pastilah mereka berharap Ramadhan itu (berjalan) selama satu tahun”.(HR. Thabrani, Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi).

Dalam bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka. Dan, pintu-pintu neraka di tutup. Serta syaithan dibelenggu.  Maksudnya, agar umat manusia lebih suka meningkatkan amal ibadah. Dan, menjauhi perbuatan yang tercela dan bujukan syaithan.

Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ (رواه البخارى)

Artinya: “Apabila datang bulan Ramadhan, dibuka pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka serta diikat para syaitan.” (HR. Bukhari).

1. Meneladani Sifat Allah


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Dalam bulan Ramadhan kita bisa berlatih meneladani sifat-sifat mulia yang dimiliki Allah Swt. Sehingga kita menjadi insan kamil. Manusia yang lahir batinnya menjadi baik dan terpuji.

Di dalam Hadits Qudsi Allah SWT berfirman

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَام هُوَ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ (رواه البخاري ومسلم)

 “Setiap amal anak Adam itu untuk dirinya, kecuali puasa. Itu milik-Ku dan Aku yang membalasnya karena ia meninggalkan syahwat dan (meninggalkan) makan karena Aku”. (HR. Bukhari Muslim)

Dari ibadah puasa, kita dapat meneladani sifat-sifat Allah yang tersebut dalam Al Asma’ul Husna. Misalnya, As-Shaabiru – sabar. Ar-Rahiim – pengasih. Al Waasi’ – luas, lapang dada. Al Ghafuur – pengampun, dan masih banyak lagi. Sifat-sifat mulia Allah tu bisa diteladani melalui puasa Ramadlan. Manusia akan mulia dengan sifat-sifat Allah itu.

2. Bulan Pengampunan

Manusia tempat salah dan lupa. Dan sebaik-baik manusia bukanlah tanpa dosa. Melainkan orang yang telah berbuat dosa – kemudian segera memohon ampunan kepada Allah SWT. Walau dosa manusia setinggi langit, namun Allah telah menyiapkan media untuk menghapusnya. Itulah bulan Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:

وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ (رواه الترمذى)

Artinya: “Dan rugi benar seseorang apabila telah datang kepadanya bulan Ramadhan, kemudian (Ramadhan itu) meninggalkan, tetapi belum terampuni (dosa-dosa) baginya”. (HR. Tirmidzi).

Hadits ini mengandung pengertian bahwa bulan Ramadhan adalah bulan pengampunan. Siapa yang beribadah dengan sungguh di dalam bulan itu – dia akan mendapat pengampunan. Dan siapa yang tidak mau mengoptimalkan ibadah di bulan pengampunan itu – dia tidak mendapatkan pengampunan dari Allah secara maksimal.

3. Do’a dikabulkan

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Allah SWT menyukai hamba-hamba-Nya yang memohon kepada-Nya.

Sebagaimana firman-Nya:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

            “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah[2]: 186).

Special bagi orang yang berpuasa, doa-doanya tidak ditolak. Sebagaimana hadits Nabi SAW, kurang lebih artinya sbb: “Tiga doa yang tidak ditolak; orang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan doanya orang teraniaya. Allah mengangkat doanya ke awan dan membukakan  pintu-pintu langit. Demi kebesaran-Ku, engkau pasti Aku tolong meski tidak sekarang.”(HR. Ahmad dan Tirmidzi).

4. Turun Lailatul Qadar

Kaum Muslimin Yang Kami Mulyakan

Satu malam yang diintip dan dikejar-kejar umat Islam sedunia ialah “Lailatul Qadar”, malam penuh misteri, malam penentuan. Di bulan Ramadhan Allah menurunkan satu malam yang sangat mulia. Nilainya lebih baik dari seribu bulan. Bukan sekedar sama dengan seribu bulan. Melainkan lebih baik daripada seribu bulan. Mungkin bisa seribu lima ratus atau bahkan dua ribu bulan sekalipun – itu tergantung kehendak Allah Swt.

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ­

“Malam Qadar (itu) lebih baik dari pada seribu bulan” (QS. Al Qadar [97]: 3)

Rasulullah SAW membangunkan keluarga dan mengencangkan ikat pinggang untuk mengintip Lalatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah SAW meningkatkan ibadah pada malam-malam itu untuk mendapatkan malam penuh kemuliaan.

5. Predikat Taqwa

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Sebuah cita-cita luhur bagi setiap insan, yaitu “taqwa”. Sasaran terakhir diwajibkannya puasa Ramadhan adalah  predikat taqwa. Dengan peningkatan ibadah wajib dan sunnah  di dalam bulan suci  – seseorang akan mencapai cita-cita yang  berpredikat  sangat mulia itu. Siapa yang bertaqwa, hubungannya dengan Allah semakin dekat. Dimudahkan segala urusan. Dalam keadaan apapun, dia selalu damai dan sejahtera. Sebagaimana firman Allah:

وَمَن يَتَّقِ اللَّـهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا ﴿٤﴾ ذَٰلِكَ أَمْرُ اللَّـهِ أَنزَلَهُ إِلَيْكُمْ ۚ وَمَن يَتَّقِ اللَّـهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

            “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia (Allah) akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”(Qs. At-Thalaaq [65]: 2-3)

6. Disediakan Pintu Rayyan

Saudara-saudara Yang Kami Mulyakan

Bagi orang yang berpuasa Ramadhan akan diundang masuk surga dengan melalui pintu Rayyan. Pintu itu tertulis besar – spisial bagi orang berpuasa. Tentu, tidak perlu ribut mencari jalan untuk masuk ke surga.  Santai, tidak berjejal dan tidak gontok-gontokan memasukinya. Rasulullah SAW bersabda:
 إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّان يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مَعَهُمْ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، يُقَالُ : أَيْنَ الصَّائِمُوْنَ ؟ فَيَدْخُلُوْنَ مِنْهُ فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ (رواه البخاري)

“Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang disebut Rayyan yang akan dilewati orang-orang berpuasa pada hari kiamat nanti. Tidak diperbolehkan seseorang melewatinya selain mereka. Ketika mereka dipanggil (diundang), mereka akan segera bangkit dan masuk semuanya kemudian ditutup. Maka tidak seorangpun (selain mereka) yang masuk dari Rayyan”(HR. Bukhari).

Begitu hebatnya bulan suci Ramadhan, disediakan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Tujuannya, untuk mengembalikan jati diri manusia sebagai makhluq paling mulia. Mari kita berusaha untuk meraih kehebatan bulan suci itu dengan sekuat tenaga. Jangan sampai terlena oleh dorongan nafsu yang merugikan.

جَعَلَناَاللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْفَائِزِيْنَ الْأمِنِيْنَ. وَأَدْخَلَناَ وَإِيَّاكُمْ فِى عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

Khotbah Jumat Ramadhan Lainnya:


  1. Khotbah Jumat - Khutbah Rosulullah Menyambut Ramadhan
  2. Khotbah Jumat - Tiga Ibadah Penting dalam Bulan Ramadhan
  3. Khotbah Jumat - Ramadhan Bulan Pertaubatan
  4. Khotbah Jumat - Menggapai Lailatul Qodar

Khotbah Jumat - Tiga Ibadah Penting Dalam Bulan Ramadhan

Khotbah Jumat - Tiga Ibadah Penting Dalam Bulan Ramadhan

Khutbah Jumat, Khutbah Jumat Ramadan



إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Alhamdulillah kita bersyukur kepada Alah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa memberikan banyak kenikmatan sehingga tidak terhitung nilai dan jumlahnya. Nikmat tersebut dicurahkan siang dan malam kepada kita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senang bersyukur kepada-Nya. Yaitu dengan meningkatkan taqwa dan taqarrub kepada-Nya.

Sidang shalat Jumat rahimakumullah,

Dengan dekatnya bulan Ramadhan, kami ingin mengingatkan diri kami sendiri, dan juga kepada kaum muslimin, bahwa pada bulan yang penuh barakah ini mengandung tiga jenis ibadah yang agung, yaitu zakat, puasa dan tarawih.

Tentang zakat, alhamdulillah banyak kaum Muslimin yang melaksanakannya pada bulan ini. Syariat zakat merupakan bagian dari ibadah. Juga merupakan salah satu kewajiban dalam Islam. Dengan menunaikan zakat, berarti kita telah bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, dan telah melaksanakan salah satu rukun Islam. Zakat yang dikeluarkan itu, bukanlah beban yang akan menyebabkan kita miskin, sebagaimana kekhawatiran yang dibisikkan setan kepada orang yang lemah imannya. Tetapi, justru membayar zakat akan menambah harta seseorang, Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَآءِ وَاللهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمُ {268}

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui. (QS al Baqarah/2 : 268).

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّاْئَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ {261}

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah/2 : 261).

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلُُ فَئَاتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلُُ فَطَلُُّ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {265}

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS al-Baqarah/2 : 265).

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah.

Dalam membayarkan zakat, hendaklah kita tunaikan dengan penuh amanah. Kita keluarkan zakat dari benda-benda yang wajib dizakati, sedikit atau banyak. Kita hitung dengan teliti. Sehingga barang yang sudah wajib dizakati, sedikitpun tidak terabaikan. Karena tujuan menunaikan zakat adalah untuk membebaskan diri dari tanggungan kewajiban, dan menyelamatkan diri dari ancaman yang amat dahsyat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلاَيَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرُُّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَابَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ {180}

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kemu kerjakan. (QS. Ali Imran/3 : 180).

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَيُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ {34} يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَاكَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَاكُنتُمْ تَكْنِزُونَ {35}

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarnya dari mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan”. (QS. At Taubah/9 : 34-35).

Tentang ayat yang pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ آتَاهُ الله مَالاً فَلَمْ يُوَدّ زَكَاتَهُ مُثِلّ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ ثُمّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمّ يَقُوْلُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ

Orang yang dianugerahi harta oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian dia tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari Kiamat harta itu dijelmakan ke wujud seekor ular yang sangat berbisa, memiliki dua taring lalu dia menerkam dengan dua rahangnya seraya berkata : “Aku adalah hartamu, aku adalah simpananmu”.
Sedangkan tentang ayat kedua, telah dijelaskan oleh Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam :

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

Tidak ada seorangpun pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali nanti pada hari Kiamat dia akan dibuatkan lempengan-lempengan dari api, kemudian dipanaskan di atas api. Lempengan itu digunakan untuk menyetrika bagian samping tubuh, kening dan punggungnya. Tatkala lempengan itu mulai mendingin, akan dikembalikan (untuk dipanaskan lagi). (Kejadian ini) berlangsung selama lima puluh ribu tahun, sampai semua hamba selesai diadili. Lalu dia akan melihat jalan, mungkin ke surga atau mungkin ke neraka.

Kaum muslimin rahimakumullah

Setelah menyimak nash-nash di atas, semestinya kita takut dengan ancaman-ancaman tersebut. Tunaikanlah zakat kepada orang yang berhak menerimanya dengan penuh amanah, dan berikanlah kepada yang berhak menerimanya, tidak asal mengerjakan. Harta zakat jangan digunakan untuk kepentingan yang lain. Kita berharap, semoga zakat yang kita bayarkan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kaum muslimin, Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Adapun jenis ibadah kedua yang ada pada bulan ini, yaitu Puasa Ramadhan. Ibadah ini, juga merupakan salah satu rukun Islam. Manfaat puasa telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Alquran surat al Baqarah/2 ayat 183, yaitu agar kita menjadi orang yang bertaqwa.

Itulah hakikat tujuan puasa, yaitu agar kita menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni dengan menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya. Maka seorang muslim semestinya melaksanakan yang telah menjadi kewajibannya. Dalam menjalankan puasa, seorang muslim juga dituntut untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan, seperti berkata dusta, ghibah (menggunjing) dan lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh pada puasanya. (HR Bukhari-Muslim).

Hadits ini menunjukkan, orang yang berpuasa, sangat ditekankan untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan ini. Mengapa? Karena sangat berpengaruh terhadap puasa yang sedang dijalankan.

Namun amat disesalkan, banyak kaum Muslimin, ketika menjalankan ibadah puasa pada bulan ini, keadaannya tidak berbeda antara saat berpuasa dan tidak puasa. Ada di antaranya yang tetap saja menganggap remeh kewajiban-kewajiban, atau tetap saja melakukan perbuatan-perbuatan diharamkan. Sungguh sangat disesalkan. Seorang mu’min yang berakal, ia tidak akan menjadikan hari-hari puasanya sama dengan hari-hari yang lain. Pada saat berpuasa, ia akan lebih bertaqwa kepada Allah, dan lebih bersemangat menjalankan perintah.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang menjalankan ibadah puasa dengan benar, dan semoga puasa yang kita lakukan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ الله لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرّحِيْمُ

[KHUTBAH KEDUA]

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

Jamaah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah

Jenis ibadah yang ketiga dalam bulan Ramadhan, yaitu ibadah shalat tarawih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan ibadah ini. Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan dalam sabdanya :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Orang yang melaksanakan qiyam ramadhan (tarawih) karena iman dan ingin mendapatkan balasan, maka dia akan diampuni dari dosanya. (HR. Bukhari-Muslim)
Qiyam Ramadhan ini juga mencakup shalat-shalat sunat pada malam-malam Ramadhan dan shalat tarawih. Oleh karena itu, seharusnya kita memperhatikan dan senantiasa menjaganya. Kita laksanakan dengan penuh antusias bersama imam, dan tidak meninggalkan imam. Demikian ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :

مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

Barangsiapa shalat bersama imam sampai imam itu selesai, maka dituliskan baginya shalat satu malam.

Adapun kepada para imam yang menjadi imam dalam shalat tarawih, hendaknya bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menjalankannya. Seorang imam hendaklah tetap menjaga thuma’ninah dan dengan tenang, sehingga para ma’mun memiliki kesempatan untuk menjalankan hal-hal yang diwajibkan atau disunnahkan, sesuai dengan kemampuannya.

Jamaah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah,

Sungguh, pada masa sekarang ini, kita melihat fenomena yang amat menyedihkan. Ada di antara para imam yang melaksanakan shalat tarawih secara cepat, sehingga meninggalkan thuma’ninah. Padahal, thuma’ninah merupakan salah satu rukun shalat. Pelaksanaan ibadah shalat yang tidak memperhatikan thuma’ninah adalah haram. Hal ini disebabkan : Pertama, karena ia meninggalkan thuma’ninah. Kedua, meskipun tidak sampai meninggalkan thuma’ninah, akan tetapi perbuatan imam tersebut telah menyebabkan orang-orang yang ma’mum kepadanya merasa kelelahan, dan tidak bisa melaksanakan yang seharusnya mereka lakukan. Dan perlu diketahui, orang yang menjadi imam dalam shalat, tidaklah sama dengan shalat sendirian. Seorang imam wajib memperhatikan para ma’mumnya, menunaikan amanah yang ada di pundaknya, serta melaksanakan shalat sebagaimana mestinya.

Para ulama menyebutkan, seorang imam dimakruhkan untuk mempercepat shalat, sehingg menyebabkan ma’mum tidak bisa melaksanakan hal-hal yang disunnatkan. Lalu bagaimana kalau sang imam mempercepat shalatnya, sehingga para ma’mum tidak bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan?

Terakhir, kami nasihatkan kepada diri kami sendiri, juga kepada kaum Muslimin, hendaklah kita bertaubat dan kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan kemampuan, baik pada bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنًاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنّكَ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبّنََا لاَتًؤَخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلىَ الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تُحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَنَا فَانْصُرْنَا عَلىَ الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبّنَا آتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ لله رَبّ الْعَالَمِيْنَ.

Khotbah Jumat Ramadhan Lainnya:
  1. Khotbah Jumat - Khutbah Rosulullah Menyambut Ramadhan
  2. Khotbah Jumat - Tiga Ibadah Penting dalam Bulan Ramadhan
  3. Khotbah Jumat - Ramadhan Bulan Pertaubatan
  4. Khotbah Jumat - Menggapai Lailatul Qodar


Tuesday, January 10, 2017

Khotbah jumat : jangan taati ulama dalam hal dosa dan maksiat




Khutbah Pertama:


 اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لَا تُحْصَى وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ فِي رُبُوْبِيَتِهِ وَإِلَهِيَتِهِ وَأَسْمَائِهِ الْحُسْنَى وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أُسْرِيَ بِهِ لَيْلاً مِنَ المَسْجِدِ الحَرَامِ إِلَى المَسْجِدِ الأَقْصَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ البِرِّ وَالتَّقْوَى وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً. أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى، تَمَسَّكُوْا بِدِيْنِكُمْ، وَلِتَجْتَمِعَ كَلِمَتُكُمْ، وَاحْذَرُوْا مِنْ كَيْدِ أَعْدَائِكُمْ مِنَ الكُفَّارِ وَالمُنَافِقِيْنَ، فَإِنَّ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِيْنَ مُنْذُ أَنْ بَعَثَ اللهُ رَسُوْلَه محمداً صلى الله عليه وسلم وَهُمْ يُحَاوِلُوْنَ زَعْزَعَةَ هَذَا الدِّيْنِ وَيُرِيْدُوْنَ ارْتِدَادَ المُسْلِمِيْنَ عَنْ دِيْنِهِمْ، قَالَ تَعَالَى: (وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنْ اسْتَطَاعُوا) (البقرة:217)، Ibadallah, Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Karena takwalah yang menjadi penyelamat seseorang pada kehidupan hakiki kelak. Ibadallah, Kalimat La ilaha illa Allah yang diucapkan oleh seorang Muslim memiliki makna yang sangat agung. Diantara maknanya adalah mengesakan Allah Azza wa Jalla dengan ketaatan dalam menghalalkan apa yang Allah Azza wa Jalla halalkan dan mengharamkan apa yang Allah Azza wa Jalla haramkan. Maka barangsiapa mentaati selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menghalalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan dan mengharamkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan, sedangkan dia mengetahui hal itu, berarti dia telah menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ketaatan. Allah Azza wa Jalla berfirman memberitakan tentang orang-orang Yahudi dan Nashara yang telah mengangkat orang-orang ‘alim dan rahib-rahib mereka sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah. Dia Azza wa Jalla berfirman : اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9:31). Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Arbab adalah jama’ dari rabb, artinya: Pengatur dan Pemilik. (Bentuk) pengaturan (Allah) ada dua macam: pengaturan yang berkaitan dengan taqdir dan pengaturan yang berkaitan dengan syari’at. Barangsiapa mentaati Ulama’ dalam menyelisihi perintah atau keputusan Allah dan Rasul-Nya, maka dia telah menjadikan mereka sebagai rabb selain Allah dengan penilaian pengaturan yang berkaitan dengan syari’at, karena dia menilai mereka sebagai para pembuat syari’at, dan menilai pembuatan syari’at itu sebagai syari’at yang diamalkan”. Ayat ini dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat ‘Adi bin Hatim radhiyallahu anhu sebagai berikut: عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةَ ((اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ)) قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ Dari ‘Adi bin Hatim, dia berkata, “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan pada leherku ada (kalung) salib yang terbuat dari emas. Maka beliau bersabda, ‘Hai ‘Adi, buanglah berhala itu darimu!” Dan aku mendengar beliau membaca (ayat al-Qur’an) dalam surat Bara’ah (at-Taubah, yang artinya), “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani) menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb (tuhan-tuhan) selain Allah”, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya mereka itu (para pengikut) tidaklah beribadah kepada mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka). Akan tetapi jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) menghalalkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap halal. Jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) mengharamkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap haram”. (HR. Tirmidzi, no: 3095; dihasankan oleh Syaikh al-Albani) Di dalam riwayat yang lain dengan lafazh : عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ فَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ (اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّه)ِ قَالَ: قُلْتُ: يَارَسُوْلَ اللهِ! إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ. قَالَ: أَجَلْ , وَلَكِنْ يُحِلُّوْنَ مَا حَرَّمَ اللهُ فَيَسْتَحِلُّونَهُ وَيُحَرِّمُوْنَ عَلَيْهِمْ مَا أَحَلَّ اللهُ فَيُحَرِّمُوْنهُ , فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ لَهُمْ Dari ‘Adi bin Hatim radhiyallahu anhu, dia berkata: “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan pada leherku terdapat (kalung) salib yang terbuat dari emas. ‘Adi bin Hatim juga berkata: “Dan aku mendengar beliau membaca (ayat al-Qur’an, yang artinya), “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani) menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb (tuhan-tuhan) selain Allah”. ‘Adi bin Hatim berkata, ‘Wahai Rasûlullah, sesungguhnya mereka itu (para pengikut) tidaklah beribadah kepada mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka)”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya, akan tetapi mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) menghalalkan apa yang Allah haramkan, lalu merekapun menganggapnya halal. Dan mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) mengharamkan apa yang Allah halalkan, lalu merekapun menganggapnya haram. Itulah peribadahan mereka (para pengikut) kepada mereka (para pendeta)”. (HR. al-Baihaqi). al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Abul Bakhtari, dia berkata : سُئِلَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ هَذِهِ الْأَيَةِ ((اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّه)ِ أَكَانُوْا يُصَلُّوْنَ لَهُمْ ؟ قَالَ: لاَ, وَلَكِنَّهُمْ كَانُوْا يُحِلُّوْنَ لَهُمْ مَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمْ فَيَسْتَحِلُّونَهُ وَيُحَرِّمُوْنَ عَلَيْهِمْ مَا أَحَلَّ اللهُ لَهُمْ فَيُحَرِّمُوْنهُ, فَصَارُوْا بِذَلِكَ أَرْبَابًا Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu anhu ditanya tentang ayat ini (yang artinya), “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani) menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb (tuhan-tuhan) selain Allah”. Apakah mereka (para pengikut itu) melakukan shalat kepada mereka (para pendeta) ? Beliau radhiyallahu anhu menjawab, “Tidak ! Akan tetapi mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) menghalalkan apa yang Allah haramkan atas mereka, lalu merekapun menganggapnya halal. Dan mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) mengharamkan apa yang Allah halalkan, lalu merekapun menganggapnya haram. Sehingga dengan sebab itu jadilah mereka (para pendeta) sebagai rabb-rabb (tuhan-tuhan)”. (HR. al-Baihaqi). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “ar-Rabi’ bin Anas berkata, ‘Aku bertanya kepada Abul ‘Aliyah, ‘Bagaimana rububiyah yang ada pada Bani Israil (yakni para pengikut yang menjadikan para pendeta sebagai tuhan-pen) ?’ Beliau menjawab, “Rubûbiyah (pada mereka) itu adalah bahwa mereka mendapati dalam kitab Allah apa-apa yang diperintahkan dan dilarang buat mereka, lalu mereka mengatakan, “Kita tidak akan mendahului para pendeta kita dengan sesuatupun. Apa yang mereka perintahkan kepada kita, kita laksanakan, dan apa yang mereka larang, kita tinggalkan, karena perkataan mereka.” Mereka meminta nasehat kepada manusia (para tokoh mereka-pent) dan membuang kitab Allah di belakang punggung mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa peribadahan para pengikut itu kepada para pendeta adalah dalam hal menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, bukan dengan melakukan shalat dan puasa untuk para pendeta (dan bukan pula-red) berdo’a kepada mereka dari selain Allah. Inilah peribadahan (penyembahan) kepada manusia. Dan itu peribadahan kepada harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya. Dan Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa itu merupakan kemusyrikan dengan firman-Nya. لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ “Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9:31)”. (Majmû’ Fatawa, 7/66) Tentang syirik taat ini, Allah Azza wa Jalla juga menyebutkan dalam firman-Nya : وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (al-An’am/6:121) Ayat ini dijelaskan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu, sebagai berikut: عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرْ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ قَالَ خَاصَمَهُمْ الْمُشْرِكُونَ فَقَالُوا مَا ذَبَحَ اللَّهُ فَلَا تَأْكُلُوهُ وَمَا ذَبَحْتُمْ أَنْتُمْ أَكَلْتُمُوهُ Dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah Azza wa Jalla (yang artinya), “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya”, beliau radhiyallahu anhu berkata: “Orang-orang musyrik membantah orang-orang beriman, mereka mengatakan, “Apa yang Allah sembelih, kamu tidak mau memakannya, sedangkan apa yang kamu sembelih sendiri kamu memakannya”. (HR. an-Nasai). Imam as-Sindi rahimahullah menjelaskan maksud hadits ini dalam syarah beliau, “Yaitu orang-orang musyrik membantah orang-orang beriman, mereka menunjukkan dalil kebatilan agama umat Islam dengan mengatakan, ‘Kamu (umat Islam) mengharamkan penyembelihan Allah, yaitu bangkai, namun kamu menghalalkan penyembelihan kamu. Ini perkara yang jauh (dari kebenaran)!” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya (yang artinya), “Dan janganlah kamu memakan…al-Ayat” untuk membantah syubhat tersebut. Kesimpulan jawabannya adalah bahwa penyembelihan itu menjadi halal hanyalah karena disebut nama Allah padanya, sementara bangkai tidak disebut nama Allah padanya, sehingga bangkai menjadi haram.” Ibnul A’rabi rahimahullah berkata, “Seorang Mukmin menjadi musyrik hanya dengan sebab mentaati orang musyrik dalam keyakinannya yang merupakan tempat kekafiran dan keimanan. Jika dia mentaatinya dalam perbuatan, sedangkan keyakinannya selamat selalu di atas tauhid dan pembenaran, maka dia orang yang bermaksiat, maka fahamilah itu di seluruh tempat (dalam Alquran)”. Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa menghalalkan sesuatu dari apa-apa yang Allah haramkan maka dia menjadi musyrik. Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan bangkai secara tegas, maka jika ada seseorang menerima hukum halalnya bangkai dari selain Allah, maka dia telah berbuat syirik”. Az-Zajjaj rahimahullah mengatakan, “Dalam firman Allah Azza wa Jalla (yang artinya), “Jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”, merupakan dalil bahwa semua orang yang menghalalkan apa yang Allah haramkan, atau mengharamkan apa yang Allah halalkan, maka dia orang musyrik. Dia dinamakan musyrik karena dia menetapkan hakim (pembuat hukum) selain Allah Azza wa Jalla , inilah perbuatan syirik”. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِمَا فِيْهِ مِنَ البَيَانِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ. Khutbah Kedua: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ وَالشُكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ محمدا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً، أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى Ibadallah, Yang perlu diketahui bahwa ketaatan dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal itu ada perincian hukum bagi pelakunya. Syaikhul Islam rahimahullah menjelaskan masalah ini dengan gamblang dengan perkataannya, “Mereka ini, orang-orang yang menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb (tuhan-tuhan), yang mana mereka taati dalam menghalalkan apa-apa yang Allah haramkan, dan mengharamkan apa-apa yang Allah halalkan, ada dua macam : Pertama, mereka (para pengikut) itu tahu bahwa para pendeta telah mengganti agama Allah, lalu mereka mengikuti para pendeta itu dalam pergantian ini. Sehingga mereka meyakini penghalalan apa yang Allah haramkan dan pengharaman apa yang Allah halalkan, karena mengikuti pemimpin-pemimpin mereka, padahal mereka tahu bahwa para pemimpin mereka menyelisihi agama para Rasul, maka ini adalah sebuah kekafiran. Allah dan Rasul-Nya telah menghukuminya sebagai kemusyrikan, walaupun para pengikut ini tidak melakukan shalat dan tidak bersujud untuk para pemimpin mereka. Maka barangsiapa mengikuti orang lain dalam menyelisihi agama, padahal dia tahu itu menyelisihi agama, dan dia meyakini apa yang dikatakan orang lain itu, tidak meyakini apa yang telah dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka dia menjadi orang musyrik seperti mereka (Yahudi dan Nashara). Kedua, bahwa keyakinan dan iman mereka dengan pengharaman yang halal dan penghalalan yang haram itu tetap, akan tetapi mereka (para pengikut) mentaati mereka (para pemimpin) dalam bermaksiat kepada Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh seorang Muslim ketika melakukan kemaksiatan dengan tetap meyakini bahwa itu sebuah kemaksiatan, maka mereka ini memiliki hukum sebagaimana pelaku maksiat semacam mereka. Kemudian orang yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram itu, jika dia seorang mujtahid yang berniat mengikuti Rasul, akan tetapi kebenaran yang sebenarnya samar baginya, sementara dia juga bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuannya, maka orang ini tidak akan disiksa oleh Allah dengan sebab kesalahannya, bahkan Allah memberinya pahala atas ijtihadnya, yang dengannya dia telah mentaati Rabbnya. Tetapi orang yang mengetahui bahwa itu menyalahi apa yang dibawa oleh Rasul, kemudian dia tetap mengikuti kesalahannya itu, dan dia menyimpang dari perkataan Rasul, maka orang ini mendapatkan bagian dari kemusyrikan yang dicela oleh Allah Azza wa Jalla. Apalagi jika dia mengikutkan hawa-nafsunya, membelanya dengan lidah dan tangannya, padahal dia tahu bahwa orang yang diikuti itu menyelisihi Rasul, maka ini merupakan kemusyrikan yang pelakunya berhak mendapatkan hukuman atasnya”. Setelah kita mengetahui penjelasan-penjelasan di atas, maka alangkah banyaknya manusia di zaman ini yang terjerumus ke dalam penyimpangan ini, baik mereka sadari atau tidak mereka sadari. Hanya Allah Tempat memohon pertolongan. واعلموا أن الله أمركم بأمر بدأ فيه بنفسه فقال سبحانه: (إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً) [الأحزاب:56]، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ اَلرَّاشِدِيْنَ اَلأَئِمَّةِ المَهْدِيِّيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا البَلَدَ آمِناً مُسْتَقِرّاً وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ بِسُوْءٍ فَأَشْغَلَهُ بِنَفْسِهِ وَاصْرِفْ عَنَّا كَيْدَهُ وَاكْفِنَا شَرَّهُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْهُمْ هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلَا مُضِلِّيْنَ اَللَّهُمَّ اَصْلِحْ بِطَانَتَهُمْ وَأَبْعَدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالمُفْسِدِيْنَ اَللَّهُمَّ أَمِدَّهُمْ بِعَوْنِكَ اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ بِتَوْفِيْقِكَ اَللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلَهُمْ خَالِصًا لِوَجْهِكَ وَاجْعَلْهُ فِيْ صَالِحِ الإِسْلَامِ وَالمُسْلِمِيْنَ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. عبادَ الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فاذكروا اللهَ يذكرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم ولذِكْرُ اللهِ أكبرُ، واللهُ يعلمُ ما تصنعون. Sumber : khutbahjumat.com

Thursday, December 22, 2016

Khotbah Jumat - Belajar dari Doa Nabi Nuh dan Nabi Muhammad

Belajar dari Doa Nabi Nuh dan Nabi Muhammad


Khotbah Jumat - Belajar dari Doa Nabi Nuh dan Nabi Muhammad
Khotbah Jumat - Belajar dari Doa Nabi Nuh dan Nabi Muhammad

Khutbah I


اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صدق الله العظيم.

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dikatakan bahwa kelak pada hari Kiamat, orang-orang berbondong-bondong menemui Nabi Nuh ‘alaihis salâm setelah sebelumnya mereka gagal meminta tolong kepada Nabi Adam. Mereka membutuhkan pertolongan dan meminta didoakan agar mendapat syafa’at dari Allah karena pada hari itu situasi di Padang Makhsyar sangat mencekam. Manusia saling memandang dan mencari siapa gerangan yang dapat diandalkan untuk memohonkan syafa’at kepada Allah SWT agar situasi yang mencekam dan cuaca yang sangat panas itu dapat dirasakan sebaliknya. Mereka berkata kepada Nabi Nuh ‘alaihis salâm:

يَا نُوحُ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ ، وَسَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ عَزَّ وَجَلَّ ، أَلا تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيهِ ؟ أَلا تَرَى إِلَى مَا قَدْ بَلَغَنَا ؟

“Wahai Nabi Nuh! Engkau adalah rasul pertama yang diutus kepada penduduk bumi, dan Allah telah menamakanmu hamba yang bersyukur. Tidakkah engkau dapat memintakan syafa’at untuk kami kepada Allah? Tidakkah engkau telah melihat keadaan kami dan yang menimpa kami?”

Nabi Nuh ‘alaihis salâm menjawab:

إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ وَلَنْ يَغْضَبَ بَعْدَهُ مِثْلَهُ وَإِنَّهُ قَدْ كَانَتْ لِي دَعْوَةٌ دَعَوْتُ بِهَا عَلَى قَوْمِي نَفْسِي نَفْسِي اذْهَبُوا إِلَى إِبْرَاهِيمَ

“ Sungguh, pada hari ini Allah telah marah dengan marah yang sebenar-benarnya, dimana Dia belum pernah marah seperti ini dan juga tidak akan marah setelahnya seperti ini. Sungguh, dahulu aku memiliki satu do’a yang aku gunakan untuk menghancurkan kaumku. Diriku sendiri butuh syafa’at, pergilah menemui selainku! Pergilah menemui Ibrahim!”

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Dari apa yang dinyatakan Nabi Nuh ‘alaihis salâm di atas, kita tahu bahwa beliau mengalami kesulitan memberikan syafa’at dari Allah kepada manusia. Beliau sendiri membutuhkan syafa’at karena adanya satu kesalahan atau masalah yang beliau lakukan semasa hidupnya ketika berdakwah kepada kaumnya. Masalah itu adalah berkaitan dengan doa beliau sebagaimana termaktub dalam Surah Nuh, ayat 26 dan 27:

رَبِّ لا تَذَرْ عَلَى الأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ و لاَ يَلِدُوا إِلا فَاجِرًا كَفَّارًا

'Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan keturunan selain anak-anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir'.''

Setelah Nabi Nuh ‘alaihis salâm berdoa seperti itu, terjadilah banjir besar yang sangat dahsyat dan menewaskan sebagian besar kaumnya yang menolak beriman kepada Allah SWT. Peristiwa ini tidak hanya dikisahkan dalam Al Quran tetapi juga dalam kitab-kitab sebelumnya seperti Taurat dan Injil. Berbagai penyeledikan ilmiah juga telah dilakukan untuk menggali informasi lebih jauh tentang bencana besar tersebut.


Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Barangkali kita tidak pernah berpikir bahwa doa Nabi Nuh ‘alaihis salâm di atas ternyata bermasalah di hadapan Allah SWT di Padang Makhsyar di akherat nanti. Doa itu Allah yang mengabulkan, tapi Allah marah besar kepada Nabi Nuh ‘alaihis salâm sehingga beliau sendiri membutuhkan syafa’at untuk terlepas dari kemarahan Allah SWT. Pertanyaannya kemudian, mengapa doa Nabi Nuh ‘alaihis salâm itu bermasalah?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita bandingkan doa Nabi Nuh di atas dengan doa Nabi Muhammad SAW ketika beliau berdakwah di Thaif. Orang-orang Thaif tidak menyambut beliau dengan baik. Malahan mereka melempari Nabi Muhammad SAW dengan kotoran manusia dan batu hingga melukai kepala beliau dan berdarah. Melihat keadaan Nabi Muhammad SAW yang seperti itu, malaikat penjaga gunung tidak tahan dan tidak terima. Lalu mendatangi beliau dan menawarkan bantuan untuk menghimpitkan dua bukit, yakni Bukit Abu Qubais dan Bukit Ahmar, untuk mengubur hidup-hidup orang-orang Thaif karena menolak beriman kepada Allah SWT agar mereka binasa sebagaimana umat Nabi Nuh. Tetapi, bagaimana jawaban Nabi Muhammad SAW atas tawaran dari malaikat tersebut? Nabi Muhammad SAW menjawab:

"لا لا...عسى الله أن يُخرج من أصلابهم من يعبد الله "

“Jangan, jangan! Aku bahkan berharap dan berdoa Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah!”

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Jika kita bandingkan doa Nabi Nuh  dengan doa Nabi Muhammad SAW tersebut, maka setidaknya ada dua perbedaan yang jelas:

1. Nabi Nuh  seperti telah putus asa dalam berdakwah kepada umatnya karena sebagian besar dari mereka menolak dan tidak mau beriman kepada Allah SWT. Mereka bahkan menganggap Nabi Nuh  gila. Dengan penolakan seperti itu, Nabi Nuh  seperti tidak lagi memiliki kesabaran dan harapan bahwa mereka dan anak-anak turun mereka suatu ketika akan beriman kepada Allah. Hal seperti ini, tidak terjadi pada Nabi Muhammad SAW yang secara jelas tetap memiliki kesabaran dan harapan bahwa suatu ketika akan ada dari anak turun orang-orang Thaif yang akan beriman dan mengikuti jejak beliau.

2. Doa Nabi Nuh  yang memohon kepada Allah SWT untuk membinasakan umatnya agar lenyap dari muka bumi ini, sebenarnya doa negatif. Doa seperti itu sangat berbeda dengan doa yang dipanjatkan Nabi Muhammad SAW. Beliau justru memohon kepada Allah SWT agar orang-orang Thaif yang menentang beliau tetap diberi hak hidup dan diberi keturunan. Nabi Muhammad SAW memohon kepada Allah kelak di kemudian hari anak turun orang-orang Thaif mau beriman dan mengikuti jejak beliau.

عسى الله أن يُخرج من أصلابهم من يعبد الله

“Aku bahkan berharap dan berdoa Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah!”


Sidang Jum’ah rahimakumullah

Dari membandingkan bagaimana Nabi Nuh  dan Nabi Muhammad SAW berdoa terkait dengan umat masing-masing yang sama-sama menentang, kita tahu bahwa sekalipun setiap doa Allah yang mengabulkan, namun doa negatif atau tidak baik akan bermasalah di hadapan Allah SWT. Manusia harus mempertanggung jawabkan doa yang tidak baik itu kelak di hadapan Allah. Nabi Nuh  berdoa memohon agar umatnya dibinasakan dari muka bumi ini karena mungkin sangat marah dan putus asa. Allah memang mengabulkan doa itu meskipun sebenarnya Allah tidak menyukainya. Dan yang sangat menyedihkan adalah putranya sendiri bernama Kan’an dan istri beliau bernama Wali'ah termasuk yang binasa akibat doa itu dalam keadaan tidak beriman kepada Allah. Selain itu, Nabi Nuh  tidak diperkenankan memberikan syafa’at kepada orang lain.

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Belajar dari doa Nabi Nuh , kita perlu berlatih bagaimana menahan diri untuk tidak berdoa yang jelek. Semarah apapun kita kepada orang lain, kita harus belajar memaafkan dan jangan sampai mendoakan yang jelek-jelek. Dalam hal ini kita perlu meniru doa Nabi Muhammad SAW. Meskipun beliau didzalimi orang-orang Thaif, beliau tetap tidak marah, malah sebaliknya tetap mendoakan yang baik-baik. Berdoa memang baik, tetapi berdoa yang jelek sesugguhnya merupakan penyalah gunaan doa itu sendiri. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadits riwayat Muslim:

من كان يؤمن با لله و اليوم الاخر فليقل خيرا اوليصمت

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diamlah.”

Berdoa adalah berucap atau berkata, baik hanya dalam hati maupun juga secara lisan. Maka ketika berdoa, berdoalah yang baik. Jika tidak bisa baik, maka lebih baik menahan diri untuk tidak berdoa terlebih dahulu.

Sidang Jum’ah rahimakumullah

Lalu bagaimana dengan doa orang-orang yang didzalimi? Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim:

وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ اِتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ ، فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا

“Takutlah kamu akan doa seorang yang terzalimi, kerana doa tersebut tidak ada hijab (penghalang) di antara dia dengan Allah".

Berdasar pada hadits tersebut, doa orang yang didzalimi mudah terkabul. Namun sebenarnya, hadits tersebut tidak dimaksudkan untuk mendorong atau membenarkan doa yang jelek bagi orang-orang yang telah didzalimi. Hadits itu lebih merupakan peringatan kepada kita semua untuk tidak melakukan kedzaliman kepada orang lain. Selain itu, hadits tersebut juga ditujukan kepada orang-orang yang didzalimi untuk menjaga hati dan lisannya agar tidak berdoa yang jelek karena mudah terkabul yang akibatnya justru bisa merugikan diri sendiri. Rasulullah SAW telah memberikan suri tauladan kepada kita semua untuk tidak berdoa yang jelek. Beliau lebih suka memaafkan dan mendoakan yang baik-baik kepada siapa saja yang telah mendzaliminya. Bagaimanapun beliau adalah rahmat lil alamin. Maka tak seorang pun alami celaka akibat doa-doa beliau. Rasulullah tidak pernah nyilakani orang lain.

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Mudah-mudahan apa yang telah saya uraikan di atas dapat memberikan manfaat khususnya bagi diri saya sendiri dan sidang Jum’ah pada umumnya. Semoga kita semua selalu diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk dapat menjaga hati dan lisan kita dari berdoa yang jelek-jelek. Amin... amin ya rabbal alamin.

جعلنا الله وإياكم من الفائزين الأمنين، وأدخلنا وإياكم في زمرة عباده المؤمنين : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: يايها الذين امنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا. بارك الله لي ولكم في القران العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الايات والذكرالحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هو الغفور الرحيم، وقل رب اغفر وارحم وانت خيرالراحمين

Khutbah II


الحمد لله الحمد لله الذي أكرمنا بدين الحق المبين، وأفضلنا بشريعة النبي الكريم، أشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له، الملك الحق المبين،  وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده و رسوله، سيدالأنبياء والمرسلين، اللهم صل و سلم وبارك على نبينا محمد وعلى اله وصحبه والتابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد:  فيأيها الناس اتقوا الله، وافعلوا الخيرات واجتنبوا عن السيئات، واعلموا أن الله يأمركم بأمربداْ فيه بنفسه، فقال عز من قائل: إن الله وملائكته يصلون على النبى، يا أيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.  اللهم صلّ على سيدنا  محمد و على آل  سيدنا  محمد. اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الاحياء منهم والاموات انك سميع قريب مجيب الدعوات، وغافر الذنوب انك على كل شيئ قدير. ربنا اغفر لنا ذنوبنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العالمين. عبادالله، إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم ولذكرالله اكبر.


Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta

Tuesday, October 4, 2016

Khutbah Jumat : Muharram Bulan Mulia, Asyuro Hari Istimewa


الحمد لله الذى جعل شهر المحرم أول السنين والشهور, أحمده سبحانه وتعالى حمد عبد شكور , وأشهد أن لااله الاالله وحده لاشريك له شهادة تكون لنا ذخرا عند عزيز الغفور, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أرسله رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم وبارك على عبدك ورسولك النبي الأمي سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وعلى جميع الانبياء والمرسلين واتبعهم اجمعين عدد ما بين السموات والأرضين – أما بعد
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah. Bersyukurlah bahwa kita semua masih diberi umur panjang menikmati tahun baru Islam. Tak terasa tahun telah berganti, umur telah bertambah, sudahkah semua it kita sertai dengan tambahnya iman dan taqwa? Bukankah Allah telah menambahkan umur dalam hidup kita? Mengapa kita tidak menambah keta’atan kepadanya?

Jama’ah Jum'ah yang berbahagia
Ingatkah kita pada suatu hari di Empat Belas Abad yang lalu ketika Rasulullah saw melakukan perjalanan berat dari Makkah menuju Madinah. Di atas punggung onta, mendaki gunung berbatu, menuruni lembah dipanggang di bawah ganasnya terik matahari padang pasir. Medan yang berat menjadi tambah berat ketika harus menghindar kejaran kaum kafir Quraisy. Berjalan dengan penuh kewaspadaan dan kehati-hatian. Hanya dengan niat dan keyakinan yang teguhlah Rasulullah saw berhasil akhirnya sampai pula di kota Madinah. Madinah menjadi pelabuhan dakwah Rasulullah saw yang menghantarkan kejayaan Islam. Dari Madinahlah Islam melebarkan sayapnya hingga ke pelosok-penjuru bumi. Ke Asia menembus lautan, mengarungi benua dan menaklukkan Alam. Semua itu Rasulullah saw lakukan demi syiar Islam, hingga kita manusia Nusantara dapat menikmati manisnya iman kepad-Nya. itulah salah satu hikmah hijrahnya Rasulullah saw. Begitu agungnya hikmah di balik hijrah Rasulullah saw, sehingga Umar bin Khattab ra. bersama-bersepakat dengan para sahabat me’monumen’kan hijirah Rasulullah saw dalam bentuk penanggalan dalam Islam.

Jama’ah yang dimulikan Allah
Marilah kita bersama-sama berhijrah, berpindah dan berusaha berubah menuju kebaikan, atau menuju yang lebih baik.. Karena sesungguhnya umur kita semakin menipis, jatah umur kita semakin menyempit. Alangkah baiknya jika kita segera melangkah meninggalkan segala yang buruk dan menggantinya dengan hal yang lebih bermakna. Sudahkah kita memenuhi tabungan amal kita dengan amal yang shaleh. Padahal umur kita semakin hari semakin berkurang. Seperti yang termaktub dalam hadits:
طوبى لمن طال عمره وحسن عمله (رواه الطبرانى عن عبدالله بن يسر)
Artinya: "Sungguh berbahagia bagi orang yang panjang usianya dan baik amal perbuatannya" (HR. Thabrani)

Memang dalam sejarah tercatat bahwa secara fisik Rasulullah saw hanya sekali melaksanakan hijrah. Akan tetapi hijrah itu harus kita maknai secara dinamis. Bahwa pergerakan dan perubahan tidak cukup dilaksanakan sekali seumur hidup. Jikalau dalam taraf tertentu kita telah merasa sudah baik, maka hendaklah terus berubah menuju ke yang lebih baik. Dan begitulah seterusnya.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Bulan Muharram dalam tradisi Islam memiliki makna yang dalam dan sejarah yang panjang. Diantara kelebihan bulam Muharram terletak pada hari ‘asyura’ atau hari kesepuluh pada bulan Muharram. Karena pada hari ‘asyura’ itulah (seperti yang termaktub dalam I’anatut Thalibin) Allah untuk pertama kali menciptakan dunia, dan pada hari yang sama pula Allah akan mengakhiri kehidupan di dunia (qiyamat). Pada hari ‘asyura’ pula Allah mencipta Lauh Mahfudh dan Qalam, menurunkan hujan untuk pertama kalinya, menurunkan rahmat di atas bumi. Dan pada hari ‘asyura’ itu Allah mengangkat Nabi Isa as. ke atas langit. Dan pada hari ‘asyura’ itulah Nabi Nuh as. turun dari kapal setelah berlayar karena banjir bandang. Sesampainya di daratan Nabi Nuh as. bertanya kepada pada umatnya “masihkah ada bekal pelayaran yang tersisa untuk dimakan?” kemudian mereka menjawab “masih ya Nabi” Kemudian Nabi Nuh memerintahkan untuk mengaduk sisa-sisa makanan itu menjadi adonan bubur, dan disedekahkan ke semua orang. Karena itulah kita mengenal bubur suro. Yaitu bubur yang dibikin untuk menghormati hari ‘asyuro’ yang diterjemahkan dalam bahasa kita menjadi bubur untuk selametan.

Bubur suro merupakan pengejawentahan rasa syukur manusia atas keselamatan yang Selma ini diberikan oleh Allah swt. Namun dibalik itu bubur suro (jawa) selain simbol dari keselamatan juga pengabadian atas kemenangan Nabi Musa as, dan hancurnya bala Fir’aun. Oleh karena itu barang siapa berpuasa dihari ‘asyura’ seperti berpuasa selama satu tahun penuh, karena puasa di hari ‘asyura’ seperti puasanya para Nabi. Intinya hari ‘syura’ adalah hari istimewa. Banyak keistimewaan yang diberikan oleh Allah pada hari ini diantaranya adalah pelipat gandaan pahala bagi yang melaksanakan ibadah pada hari itu. Hari ini adalah hari kasih sayang, dianjurkan oleh semua muslim untuk melaksanakan kebaikan, menambah pundi-pundi pahala dengan bersilaturrahim, beribadah, dan banyak sedekah terutama bersedekah kepada anak yatim-piatu.

Hadirin Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Bubur suro, baik yang dituangkan oleh Nabi Nuh as. maupun yang dimasak oleh para nenek dan ibu kita, bukanlah satu-satunya bentuk sedekah yang harus kita laksanakan pada bulan ini. Bubur itu hanyalah perlambang bahwa bulan Muharram, awal tahun baru Hijrah merupakan momentum untuk memperkokoh persaudaraan. Karena sejatinya bubur suro yang telah dimasak tak mungkin disembunyikan, pastilah untuk dihidangkan. Ada baiknya hidangan itu kita bagikan kepada tetangga dan sanak keluarga. Sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Nikmat umur terutama. Jika demikian logikanya, maka bubur itu bisa diganti dengan parcel berisi buah-buahan, atau serantang maknan, atau beberapa tusuk sate maupun iga bakar. Karena subtansinya adalah bersilaturrahmi membagi rasa sukur kepada sesama. Bukan bersilaturrahmi melalui pesan singkat yang dikirim dengan menebus pulsa. Bukan itu…!

Akhirnya, saya ucapkan selamat tahun baru, semoga hari ini lebih baik dari hari kemaren, dan pastikanlah esok lebih baik dari hari ini…amien
جعلنا الله واياكم من الفائزين الامنين, وأدخلناواياكم فى عباده الصالحين. أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. وإذ أخذنا ميثاق بني إسرائيل لا تعبدون إلا الله وبالوالدين إحسانا وذي القربى واليتامى والمساكين وقولوا للناس حسنا وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة ثم توليتم إلا قليلا منكم وأنتم معرضون.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Sumber

Khutbah Jumat : Mencontoh Sahabat Ali Memahami Rizqi


الحمد لله الذى جعل شهر المحرم أول السنين والشهور, أحمده سبحانه وتعالى حمد عبد شكور , وأشهد أن لااله الاالله وحده لاشريك له شهادة تكون لنا ذخرا عند عزيز الغفور, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أرسله رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم وبارك على عبدك ورسولك النبي الأمي سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وعلى جميع الانبياء والمرسلين واتبعهم اجمعين عدد ما بين السموات والأرضين – أما بعد
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Hidup, mati, jodoh dan rizqi ada di tangan Allah swt, manusia hanya memiliki hak berikhtiar atasnya. Namun segala keputusan ada di tangan-Nya. Dari keempat hal tersebut (hidup, mati, jodoh dan rizqi) manusia seringkali lebih disibukkan dengan urusan rizqi. Dibandingkan tiga hal yang lainnya. Maklumlah hidup masih dinikmati, udara masih bisa disedot kedalam rongga dada lalu dikeluarkan kembali tanpa harus membeli. Mati terasa berada jauh sekali, hamper tiada yang tahu pasti kapan ia akan tiba. Sedangkan jodoh tinggal menjalani.

Oleh karena itulah kebanyakan manusia akan merasa sedih jika dijauhi rizqi dan merasa senang jika dihibur dengan rizqi. Banyak orang yang berubah menjadi manusia religius ketika berada dalam kesusahan. Rajin berdo’a, beribadah, tawakkal dan rajin bersedekah meskipun sedikit. Namun sebaliknya, ketika manusia berada dalam kelonggaran, ia akan mengurangi keintimannya dengan Yang Maha Kuasa, bahkan seringkali lupa dengan doa yang sering dibaca ketika kesusahan menimpanya. Jika dimasa susah sholat berjamaah menjadi kebutuhan, maka ketika longgar sholat berjamaah menjadi gangguan. Ketika dimasa susah sholat maghrib begitu khusuknya, dan ketika longgar sholat magrib sesempatnya. Naudzubillah min dzalik. Seoah-olah harta benda dan duniawi adalah segalanya.

Jama’ah yang dimuliakan Allah
Dengan demikian perlu kiranya kita mengkaji ulang. Benarkah dunia itu harus selalu dikejar? Padahal dunia semakin dikejar semakin akan menjauhi kita. Ketika seorang mempunyai rumah, maka ingin ia lengkapi dengan mobil mewah. Ketika keduanya telah serasi, manusia inginkan renovasi. Ketika renovasi usai maka perlu tambah mobil lagi dan seterusnya.

Seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.

Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun."Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala." "Terima kasih," jawab Ali. Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.

Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama'ah. Sepulang dari sholat, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?" Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''

Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya." Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.

Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.

Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan." Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.

Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita."

Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah
Fragmen di atas menunjukkan bahwa manusia sebagai penerima rizqi dituntut untuk mampu memahami cara kerja atau karakteristik rizqi sebagai pemberian Allah swt. Ia bisa datang tanpa diundang juga dapat pergi tanpa diusir. Oleh karena itu kita hendaknya tidaklah terlalu gusar memikirkan rizqi, cobalah kita berkerja dengan hati tenang. Insyallah rizqi itu akan menemui kita. Kerja dengan penuh semangat, keluar dari rumah dengan motor dipacu kencang berbalapan dengan matahri terbit, pulang kerumah dengan gonta menyongsong matahri terbenam. Itu semua bisa lebih bermakna jika kita lakukan ikhlasan hati dan ketetapan jiwa bahwa Allah swt telah mengatur rizqi kita

Allah memiliki berbagai hikmah dalam pemberian rizki. Ada yang Allah jadikan kaya dengan banyaknya rizki dan harta. Ada pula yang dijadikan miskin. Ada hikmah berharga di balik itu semua. Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki.” (QS. An Nahl: 71)

Dalam ayat lain disebutkan,
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Isro’: 30)

Di tempat lain, Ibnu Katsir menerangkan firman Allah,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)

Beliau rahimahullah lantas menjelaskan,“Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.” Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan lagi, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”

Dalam sebuah hadits disebutkan,
إن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا بالغنى ولو أفقرته لكفر، وإن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا الفقر ولو أغنيته لكفر
“Sesungguhnya di antara hamba-Ku, keimanan barulah menjadi baik jika Allah memberikan kekayaan padanya. Seandainya Allah membuat ia miskin, tentu ia akan kufur. Dan di antara hamba-Ku, keimanan barulah baik jika Allah memberikan kemiskinan padanya. Seandainya Allah membuat ia kaya, tentu ia akan kufur”.

Maka apa yang telah kita terima dari-Nya dalam kehidupan ini tidak lain merupakan ketetapan. Adapun ikhtiyar manusia adalah kewajiban.
جعلنا الله واياكم من الفائزين الامنين, وأدخلناواياكم فى عباده الصالحين. أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. وإذ أخذنا ميثاق بني إسرائيل لا تعبدون إلا الله وبالوالدين إحسانا وذي القربى واليتامى والمساكين وقولوا للناس حسنا وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة ثم توليتم إلا قليلا منكم وأنتم معرضون.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Sumber

Khutbah Jumat : Mari Kita Bertawadhu' Lagi

Khutbah Jumat : Mari Kita Bertawadhu' Lagi

الحمد لله الذى من اعتصم بحبل رجاءه وفقه وهداه ومن لجأ اليه حفظه ووقاه, ومن تواضع له رفعه وحماه. أحمده سبحانه على ما اعطى من الإنعام وأولاه. واشكره على ماحوله بفضله واسداه. وأشهد أن لااله الاالله وحده لاشريك له شهادة من عرف الله بصفاته ولم يعامل أحدا سواه. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوث الى خلقه بتوحيده وأوصاهم بتقواه. اللهم صل وسلم وبارك على عبدك ورسولك النبي الأمي سيدنا محمد وعلى اله وصحبه الذين تمسكون بهداه_ أما بعد
Para hadirin jama’ah jum’ah Rahimakumullah
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Semakin sering kita mengevaluasi diri kita semakin baik. Karena dengan demikian kita akan merasa selalu bersalah dan selalu berusaha memperbaikinya. amin

Alhamdulillah di hari yang bahagia ini kita masih diberikan kesempatan oleh Allah yang maha kuasa untuk berkumpul bersama saling bertaushiyah sesama. Semoga pertemuan kita diberkati oleh Allah seperti majlis jum’ah yang berkah ini.

Ayyuhal Hadirun Rahimakumullah
Diantara beberapa hal yang sering kita abaikan adalah pemahaman kita seputar etika bermasyarakat. Seringkali kita lupa akan ke-diri-an kita, warna dan identitas sebagai muslim Indonesia yang hidup di tengah berbagai ragam suku, ras, agama dan bahasa kedaerahan. Meskipun ada perbedaan epistimologis dalam kata etika, moral, budi-pekerti dan akhlaq, namun dalam kesempatan ini semua kata itu dimaknai oleh khatib sebagai suatu nilai luhur yang terkandung dalam berperilaku dan berinteraksi dengan sesama. Ada banyak macam perilaku yang dapat dikategorikan dalam nilai-nili ini seperti gotong royong, saling menghormati, empati (teposeliro), dan juga tawadhu’.

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Sudah jarang sekali telinga kita mendengarsemua kata-kata indah itu. Kata gotong-royong, saling menghormati dan teposeliro juga tawadhu’, seolah lenyap dari perbendaharaan bahasa Indonesia. Malahan kata-kata itu tergantikan dengan istilah dikordinasikan, dikomunisikan dan lain sebagainya. Ini berarti telah terjadi pergeseran nilai di tengah masyarakat kita. Nilai-nilai luhur yang lahir dan dibesarkan oleh tradisi Nusantara telah kalah saing dengan nilai-nilai kesementaraan yang mengabdi pada modernism dan individualism. Hal seperti inilah yang sedikit demi sedikit merubah rona wajah bangsa kita. Hal ini diperparah dengan sistem teknologi pertelevisian yang menuruti keterbukaan dalam menggunjing sesame dan membicarakan kesalahan sesame dengan alasan membudayakan kritik. Lihatlah beberapa tolk show baik yang sekedar intertaintment ataupun yang berwawasan politk seolah semuanya tidak lagi mengindahkan kaedah-kaedah etika. Naudzubillah min dzalik.

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Cobalah kita bersama-sama membuka hati dan melapangkan dada. Apa sesungguhnya yang melatar belakangi perubahan rona wajah bangsa kita. Yang dulu sangat pemalu dan penghormat. Kini menjadi penipu dan penghujat. Nampaknya percaya diri dan menganggap benar sendiri dengan menuduh orang lain tak becus dan salah dalam melangkah, menjadi penyakit akut yang terus menyandera bangsa kita.
Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya selaku khotib tidak berhak mengajari, tapi sekedar mengingatkan kembali bahwa kemungkinan penyebab ini semua adalah kelalaian kita terhadap ajaran tawadhu’ dari rasulullah saw. Tawadhu’ biasa diartikan dengan rendah diri dan tidak somobong. Tawadhu’ adalah konsep etika yang sangat sederhana. Rasulullah saw sendiri mengajarkan cara bertawadhu’ dengan memulai salam bila berjumpa sesama teman, dalam sebuah hadist disebutkan
ويبدأ من لقيه بالسلام
Rasulullah saw selalu menyambut orang yang menemui beliau dengan salam.

Di sini mengucap salam menjadi kata kunci untuk melatih diri melakukan tawadhu. Bukan sekedar doa yang terkandung dalam ucapan salam, akan tetapi bagaimana seseorang memulai berkomunikasi dengan yang lain dan saling bertegur sapa, itulah yang terpenting. Apalagi kehidupan di kota seperti Jakarta. Saling bersapa menjadi barang yang sangat mahal. Apalagi berbincang.

Kalau boleh bercerita, Teman saya yang baru datang di Jakarta merasa bingung. Bagaimana orang bisa duduk berjejer ataupun berdiri saling hadapan dalam satu angkutan kota tanpa bertegur sapa? Ini adalah hal yang mustahil di daerah dan didesa-desa. Jangankan dengan sesama teman, dengan orang yang belum dikenalpun akan disapa dengan berbagai ragam pertanyaan, mau kemana pak? Turun di mana? Cari rumah siapa? Dan lain sebagainya.

Para Jama’ah yang dirohmati Allah
Ternyata bertegur sapa, baik dengan mengucap salam maupun berbasa-basi sekedarnya seperti ajaran Rasulullah saw dapat melatih orang bersikap tawadhu’. Karena mereka yang bertegur sapa biasanya bukan tipe manusia sombong. Sebuah hadits menerangkan
البادئ بالسلام بارئ من الكبار
Siapa yang memulai menegur dengan salam, bebas dari sifat sombong atau takabbur.

Bahkan begitu tawadhu’nya Rasulullah saw higga pernah suatu ketika beliau menolak bantuan orang yang hendak membawakan bungkusan beliau. Dengan alasan pemilik barang lebih berhak membawa barang masing-masing.
Penolakan tersebut bukanlah cerminan kesombongan, tetapi merupakan kerendahan hati beliau saw. meskipun beliau seorang Nabi, tetapi lebih senang membawa diri sendiri. Apakah demikian dengan pemimpin-pemipin bangsa kita? Pastilah tidak karena mereka sudah tidak lagi mengenal tawadhu’. Janganka membawa bungkusan kepalapun kalau bisa dibawakan oleh ajudan.
Oleh karena itu, nabi membuat kriteria sendiri sebagai cirri-ciri tawadhu diantaranya duduk bersama fakir miskin. Seperti sebuah hadits yang berbunyi:
الجلوس مع الفقراء من التواضع
Duduk bersama orang fakir miskin, termasuk ciri khas orang yang rendah hati (tawadhu) (HR. Ad-Dailami).

Senada dengan hadits Nabi adalah apa yang dikatakan oleh Imam Ja’far:

“Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu’.” Kemudian Salah seorang bertanya kepada nya, “Apakah tanda-tanda tawadhu’ itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya kau senang pada majlis yang tidak memuliakanmu, memberi salam kepada orang yang kau jumpai, dan meninggalkan perdebatan sekalipun engkau di atas kebenaran.”

Tidak hanya menghindar dari penghormatan orang, tetapi juga menghindar dari perdebatan walaupun kita dalam posisi yang benar.
Bagaimanakah dengan tolkshow yang ada di televisi?. Dengan bangganya di bawah siraman cahaya kamera para aktifis dan intelektual itu berbicara bertakik-takik seolah membicarakan hal yang dianggapnya benar sambil sesekali menghina dan menyalahkan orang lain. Berdebat kusir menjadi keahlian tersendiri. Mereka yang menguasai retorika dan aksentuasi yang enak menjadi pemenangnya. Bahkan sering kali setelah acara usai mereka bertanya pada kroni-sejawat dan teman-temannya? Bagaimana tadi penampilanku? Bagus gak? Dan berbagai pertanyaan lain yang menunjukkan kesombongannya. Inilah potret bangsa kita. Bagaimana bisa Indonesia berjalan maju ke depan bila yang terjadi saling menyalahkan. Berebut di depan bukan dalam perang, tetapi dalam pamer segala kemampuan, biar dilihat sebagai orang yang mempunyai kemampuan dan kwalitas. Bukan seperti pendiam yang tak faham.

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Marilah kita sadari bersama bahwa sesungguhnya tawadhu dan kerendah-hatian itu tidak akan membuat seseorang menjadi hina. Bahkan sebaliknya. Kekhawatiran itu hanya muncul bagi mereka yang sebenarnya berkwalitas rendah tetapi ingin dianggap seorang yang berharga. Dalam sebuah hadits diterangkan:
التواضع لا يزيد العبد الارفعة فتواضعوا يرفعكم الله تعالى...
Tawadhu’ itu tidak akan menambah seseuatu bagi seseorang kecuali nilai tinggi, maka bertawadhulah kalian semua maka Allah akan meninggikanmu…

Jama’ah Jum’ah yang Rahimakumullah
Akhirnya, khutbah ini menyimpulkan bahwa tawadhu itu tidak hanya diejawantahkan dalam perkataan tetapi juga dalam tingkah laku keseharian. Dalam bergaul, dalam berinteraksi social dan dalam menanggapi persoalan yang muncul.
جعلنا الله واياكم من الفائزين الامنين, وأدخلناواياكم فى عباده الصالحين. أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. وإذ أخذنا ميثاق بني إسرائيل لا تعبدون إلا الله وبالوالدين إحسانا وذي القربى واليتامى والمساكين وقولوا للناس حسنا وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة ثم توليتم إلا قليلا منكم وأنتم معرضون.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Sumber